Pemikiran dan Latarbelakang Filosof Muslim Ar-Razi





A.      Riwayat Hidup ar-Razi

Nama lain dari ar-Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Ibn Yahya al-Razi. Ia lahir di Rayy pada tangal 1 Sya’ban 251H/865 M. pada masa musanya, ia menjadi tukang intan suka pada music (kecapi). Ia cukup respek terhadap ilmu Kimia, sehinnga tidak mengherankan kalau kedua matanya buta akibat dari experimen yang dilakukannya. Ia juga belajar Ilmu Kedokteran (obat-obatan) dengan sangat tekun pada seorang dokter dan filosof yang lahir di Merv pada tahun 192 H/808 M yang bernama Ali Ibn Robban al-Thabari. Kemungkinan guru ini pula yang menumbuhkan minat al-Razi untuk bergelut dengan filsafat agama, karena ayah guru tersebut adalah orang pendeta Yahudi yang ahli dalam kitab-kitab suci.
Dengan latar belakang itulah al-Razi di kota kelahirannya dikenal sebagai dokter, sehingga ia dipercayakan untuk memimpin rumah sakit di Rayy oleh Mansur bin Ishaq Ibn Ahmad Ibn Asad, ketika beliau menjadi gubernur. ar-Razi menulis suatu buku yang berjudul Al-Tibb Al-Mansur. Buku ini dipersembahkan kepada gubernur tersebut . pada waktu pergi ke Bagdad, dimasa khalifah Muftafi tahun289 H, ia juga diserahi untuk memimpin sebuah rumah sakit. Ia memimpin Rumah sakit itu selama enam tahun, sebab setelah al-Muktafi meninggal pada tahun 295 H, Ia kembali ke Rayy.

Sebagai seorang yang terkenal pada dasarnya , ia mempunyai banyak murid yang belajar kepadanya. Metoda penyampaian pemikirannya adalah bersistem pengembangan daya intelektual. Diantara muridnya yang cerdas  adalah Abu Bakar Ibn Qarin al-Razi, yang kemudian menjadi seorang dokter. Al-Razi jika tidak bersama muridnya atau pasiennya ia selalu mengunakan waktunya untuk menulis dan belajar. Kemungkinan hal itu sebagai indikasi dari kebutaan matanya.

Sebagai ilmuan dan dokter ia seorang yang bermurah hati, sayang kepada pasien-pasiennya, dermawan, karena itu ia memberikan pengobatan secara geratis kepada mereka yang tidak mampu dari segi materi. al-Razi meninggal dunia pada tanggal 5 Sya’ban 313 H, atau bertepatan dengan 07 Oktober 925 M. Sampai meninggalnya ia belum dapat disembuhkan kebutaan matanya.

B.       Karya –karya ar-Razi

Ar-Razi termasuk orang yang aktif berkarya, buku-bukunya sangat banyak, bahkan ia sendiri mempersiapkan sebuah catalog yang kemudian diproduksi oleh Ibn al-Nadim. Adapun buku-buku yang ditulisnya, mencakup ilmu kedokteran, ilmu fisika, logika, matematika dan astronomi, komentar-komentar, ringkasan dan ikhtisar, filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis, atheism, dan campuran.

Menurut Abu Abi Usibah, buku al-Razy berjumlah 36 karya, tetapi ada beberapa yang tidak jelas pengarangnya. Dan beberapa tokoh berbeda pendapat mengenai berapa banyak jumlah buku yang telah di karang oleh ar-Razy. Tetapi buku-buku yang paling populer diantaranya adalah :

* al-Tibb al-Ruhani
* al-Shirath al-Falsafiah
*Amarat Iqbal al-Daulah
*Kitab al-ibn al-Ilahi
*Kitabal-Ladzdzah
*Makalah fi mabadad al-Tabih
*al-Syukur ‘ala Proclas
* Kitab Al-Hawi: yaitu buku ensiklopedia kedokteran yang meliputi semua ilmu pengetahuan kedokteran Arab, Yunani, India yang dikumpulkan oleh Ar-Razi pada zamannya.
* Kitab Ath-Thib Al-Manshuri: Dalam bukunya ini Ar-Razi menjelaskan tentang anatomi tubuh manusia, termasuk anatomi kerangka manusia dan susunan urat saraf serta anatomi pembuluh darah di tenggorokan.
* Kitab Al-Asrar: Buku ini berisi tentang obat-obatan secara medis dan cara pencampurannya.
* Kitab Al-Jadari wa Al-Hishbah: Buku ini terdiri dari penjelasan yang paling dalam tentang penyakit cacar dan cara mendiagnosanya sejak dini serta membedakannya dengan penyakit cacar air.
            Demikiaan di anatara karya-karyanya yang dapat dijumpai, sampai sekarang meski di antara buku-buku tersebut hanya terhimpun dalam suatu kitab yang dikarang oleh orang lain. Yang banyak berperan dalam masalah ini adalah :
1.      Lima keabadian yaitu Tuhan, ruh semesta, materi pertama, ruang mutlak, dan waktu mutlak,
2.      Materi
3.      Waktu dan ruang
4.      Ruh dan Dunia

C.  Filsafat ar-Razi tentang Lima yang kekal
Al-Razi adalah seorang rasionalis murni. Ia mempercayai hanya akal, di bidang kedokteran, studi klinis yang dilakukannya telah menghasilkan metode yang kuat tentang penemuan yang berpijak pada observasi dan eksperimen. Hal ini juga terbukti dari karangannya yang di terjemahkan oleh E.G. Browne dalam Arabian Medicine, ia menerjemahkan satu halaman yang mungkin di ambil dari hawi. Bunyi terjemahan tersebut ialah:
“Tuhan, segala puji bagi-Nya, yang telah memberi kita akal agar dengannya kita dapat memperoleh sebanyak-banyak manfaat; inilah karunia terbaik Tuhan kepada kita. Dengan akal kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh,dan yang tersembunyi dari kita…..dengan akal pula, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, suatu pengetahguan tertinggi yang dapat kita peroleh…..Jika akal sedemikian mulia dan penting, maka kita tidak boleh melecehkannya; kita tidak boleh menentukannya, sebab Ia adalah penentu, atau mengendalikannya, sebab Ia adalah Pengendali, atau memerintahnya, sebab Ia adalah pemerintah; tapi kita harus merujuk kepadanya dalam segala hal dan menentukan segala masalah dengannya; kita harus sesuai dengan perintahnya”
Yang dimaksud Filsafat Lima Kekekalan ar-Razi yakni :
Filsafatnya yang terkenal dengan doktrin lima yang kekal; Tuhan, Jiwa Universal, Materi Pertama, Ruang Absolut, dan Zaman Absolut.
Mengenai yang terakhir ia membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas yaitu diantaranya (al-dahr, duration) dan (al-waqt, time). Yang pertama kekal dalam arti tidak bermula dan tak berakhir, dan yang kedua disifati oleh angka. Dia juga mengatakan dalam kemaujudan lima hal berikut adalah perlu: kesadaran bahwa materi terbentuk oleh susunan; ia berkaitan dengan ruang, karena itu harus ada ruang (tempat); pergantian bentuknya merupakan kekhasan waktu, karena ada yang dahulu dan ada yang berikut, dan karena waktu, maka ada kekunoan dan kebaruan, adanya kelebihtuaan dan kelebihmudaan; karenanya waktu itu perlu. Dalam kemaujudan, terdapat kehidupan, karena itu musti ada ruh? Dan dalam hal ini; mesti ada yang dimengerti dan hukum yang mengaturnya harus sepenuhnya sempurna; karena itu, dalam kenyataan ini, harus ada pencipta, yang bijaksana, mahatau, melakukan segala sesuatu sesempuna mungkin, dan memeberikan akal sebagai bekal mencari keselamatan.
Dua dari yang lima kekal itu hidup dan aktif, Tuhan dan Roh. Satu daripadanya tidak hidup dan pasif, yaitu materi. Dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula pasif, ruang dan masa.
Bagi benda kelima hal ini adalah;
1.   Materi; merupakan apa yang bisa ditangkap dengan panca indra tentang benda itu.
Menurut al-Razi kemutlakan materi pertama terdiri atas atom-atom. Setiap atom mempunyai volume; kalu tidak, maka dengan pengumpulan atom-atom itu, tidak dapat dibentuk. Bila dunia di hancurkan maka ia juga terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian, materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin menyatakan bahwa sesuatu berasal dari ketiadaan. Apa yang lebih padat menjadi unsur bumi (tanah), apa yang renggang dari unsur bumi menjadi unsur air, apa yang lebih renggang lagi menjadi unsur udara, dan yang jauh lebih jarang lagi menjadi unsur api. 
Al-Razi memberikan dua bukti untuk memperkuat pendapatnya tentang kekekalan materi. Pertama, penciptaan adalah bukti; dengan demikian mesti ada penciptanya. Apa yang diciptakan itu ialah materi yang terbentuk. Tetapi, mengapa kita membuktikan bahwa Pencipta ada terlebih dahulu dari apa yang dicipta ? dan bukannya yang diciptakan itu yang lebih dahulu ada ? bila benar bahwa wujud tercipta (atau lebih tepat: dibuat (masnu’) ) dari sesuatu dari kekuatan agen, maka kita dapat mengatakan, apabila agen ini kekal dan tak dapat di ubah dengan kehendak-Nya, maka yang menerima tindak kekuatan ini tentu kekal sebelum ia menerima tindakan tersebut.
Bukti kedua berlandaskan ketidakmungkinan penciptaan dari ketiadaan. Penciptaan, katakanlah, yang membuat sesuatu dari ketiadaan, lebih mudah daripada menyusunnya. Diciptakannya manusia oleh Tuhan dalam sekejap lebih mudah daripada menyusun mereka dalam empat puluh tahun. Ini adalah premis pertama. Pencipta yang bijak tidak lebih menghendaki melaksanakan apa yang lebih jauh dari tujuan-Nya daripada yang lebih dekat, kecuali apabila Dia tidak mampu melakukan apa yang lebih mudah dan lebih dekat. Ini adalah premis kedua. Kesimpulan dari premis-premis ini adalah bahwa keberadaan segala sesuatu pati disebabkan oleh pencipta dunia lewat penciptaan dan bukan lewat penyusunan. Tetapi apa yang kita lihat terbukti sebaliknya. Segala sesuatu di dunia ini dihasilakan oleh susunan dan bukan oleh penciptaan. Bila demikian  maka, Ia tidak mampu menciptakan dari ketiadaan, dan dunia ini wujud melalui susunan sesuatu yang asalnya adalah materi.
2.      Ruang; kerena materi menagambil tempat.
Sebagaimana telah dibuktikan bahwa materi itu kekal, dan karena materi menempati ruang, maka ada ruang yang kekal. Alasan ini hampir serupa dengan alasan al-Iransyahri. Tetepi al-Iransyahri mengatakan bahwa ruang merupakan kekuasaan nyata tuhan. Al- Razi tak mengikuti definisi kabur gurunya. Bagi dia, ruang adalah tempat keberadaan materi.
Menurt al-Razi ruang ada dua macam: ruang universal atau mutlak, dan ruang tertentu atau relatif. Yang pertama tak terbatas, dan tidak bergantung kepada dunia dan segala yang ada di dalamnya.
Kehampaan ada di dalam ruang, dan karenanya, ia berada di dalam materi. Sebagai bukti dari ketidakterbatasan ruang, al-Iransyahri dan al-Razi mengatakan, bahwa wujud yang memerlukan ruang tidak dapat maujud tanpa adanya ruang, meski ruang bisa maujud tanpa adanya wujud tersebut. Ruang tak lain adalah tempat bagi wujud-wujud yang membutuhkan ruang. Yang berisi keduanya, yaitu wujud, atau bukan wujud. Bila wujud, maka ia harus berada di dalam ruang, dan di luar wujud ini adalah ruang atau tiada-ruang; bila tiada-ruang, maka ia adalah wujud dan terbatas. Bila bukan wujud, ia berarti ruang. Karenanya, ruang itu tak terbatas, bila orang berkata bahwa ruang mutlak ini tak terbatas, maka ini berarti bahwa batasannya adalah wujud. Karena setiap wujud itu berbatas, sedang setiap wujud berada di dalam ruang, maka ruang bagaimanapun tak terbatas. Yang tak terbaatas itu adalah kekal, karenanya ruang itu kekal.
3.      Zaman; karena meteri berubah-ubah keadaannya, dan perubahan menandakan zaman, maka zaman itu mesti kekal  pula kalau materi kekal.
Zaman (waktu) merupakan substansi yang mengalir (jauhar yajri). Al-Razi menentang merka (Aristoteles dan para pengikutnya) yang berpendapat bahwa waktu adalah jumlah gerak benda, karena jika demikian, maka tidak mungkin bagi dua benda yang bergerak untuk bergerak dalam waktu yang sama dengan dua jumlah yang berbeda.
Al-Razi membagi waktu menjadi dua macam, yaitu: waktu mutlak dan waktu terbatas (mahsyur). Waktu mutlak adalah keberlangsungan (al-dahr). Ia kekal dan bergerak. Sedang waktu terbatas adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang-gemintang. Bila anda berfikir tentang gerak keberlangsungan, maka anda dapat membayangkan waktu mutlak, dan ia itu kekal. Jika anda membayangkan gerak bola bumi, berarti anda membayangkan waktu terbatas.
4.      Diantara benda-benda yang ada hidup dan oleh karena itu perlu ada Roh.
            Diantara yang hidup ada pula yang berakal yang dapat mewujudkan ciptaan-ciptaan yang teratur. Keabadian lain adalah ruh yang hidup, tetapi ia bodoh. Materi juga kekal. Karena kebodohannya ruh mencintai materi dan membuat bentuk dirinya untuk memperoleh kebahagian materi. Tetapi materi menolak, sehingga Tuhan campur tangan membantu ruh. Dengan bantuan inilah Tuhan membuat dunia dan menciptakan didalamnya ruh dapat memperoleh kebahagiaan jasmani. Kemudian Tuhan menciptakan Manusia guna menyadarkan ruh dan menunjukan kepadanya bahwa dunia ini bukanlah dunia yang sebenarnya dalam arti haqiqi.
5.      Semua ini perlu ada Pencipta Yang Mahabijaksana lagi Mahatau (Tuhan).
Kebijakan Tuhan itu maha sempurna. Ketidaksengajaan tidak dapat di sifatkan kepadan-Nya. Kehidupan berasal darinya sebagaimana  sinar datang dari matahari. Ia mempunyai kepandaian sempurna dan murni. Tuhan menciptakan sesuatu, tiada bisa menandingi-Nya, dan tak sesuatupun yang dapat menolak kehendaknya.  
D.    Filsafat ar-Razi tentang Roh dan Materi
Sungguhpun materi pertama kekal, alam tidak kekal. Alam diciptakan Tuhan, bukan dalam arti creatio ex nihilio (penciptaan dari tidak ada), tetapi dalam arti di susun dari bahan yang telah ada. Menurut al-Razi, Tuhan pada mulanya tidak beniat membuat alam ini. Tetapi pada suatu ketika, keabadian yang lain yaitu roh tertarik dan mencintai materi pertama, bermain dengan materi pertama itu, tetapi materi pertama berontak. Tuhan menolong roh dengan membentuk alam ini dalam susunan yang kuat sehingga roh dapat mencari kesenangan materi didalamnya.
Tuhan tahu bahwa pengikatan ini merupakan sebab kejahatan, tetapi setelah hal itu terjadi, Tuhan mengarahkan ke jalan yang yang sebaik mungkin. Akan tetapi beberapa kejahatan tetap ada; sumber seluruh kejahatan, susunan roh dan materi ini sepenuhnya tak dapat di murnikan.
Tuhan mewujudakan manusia dan di dalamnya mengambil tempat. Terikat pada materi, roh lupa pada asalnya dan lupa bahwa kesenangannya yang sebenarnya bukan terletak dalam persatuan dengan materi tetapi dalam melepaskan diri dari materi. Oleh karena itu mewujudkan akal, yang berasal dari zat Tuhan sendiri. Tugas akal ialah untuk menyadarkan manusia yang telah terpedaya oleh kesenangan materi, bahwa alam materi ini bukanlah alam yang sebenarnya. Alam yang sebenarnya dan kesenangan sebenarnya berada di luar alam materi dan alam itu dapat di capai hanya dengan falsafat. Roh akan tetap tinggal di alam materi ini, selama ia tidak dapat menyucikan diri dengan falsafat. Apakah dalam bentuk reingkarnasi atau dalam bentuk pindah dari suatu planet ke planet yang lain, seperti pendapat alkindi, tidak jelas. Tetapi kalau seluruh roh sudah bersih, seluruhnya akan kembali ke alam asalnya. Pada ketika itu alam materi akan hancur, dan roh dan materi kembali ke asalnya semula. Alam ini adalah terbatas dan hanya satu, dan di luar alam terdapat tuhan.


E.     Filsafat ar-Razi  Tentang Rasio dan Agama
Al-Razi adalah seorang rasionalis murni yang hanya percaya pada kekuatan akal dan tidak percaya pada wahyu dan perlunya nabi-nabi. Ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui yang baik serta apa yang buruk, untuk tahu pada Tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Manusia dalam pendapatnya, pada dasarnya mempunyai daya beerfikir yang sama besarnya, dan perbedaan timbul karena berlainan suasana perkembangannya.
Para nabi menurut pendapatnya, membawa kehancuran bagi manusia, dengan ajaran-ajaran mereka yang saling bertentangan. Bahkan ajaran-ajaran itu menimbulkan perasaan benci-membenci diantara umat manusia yang terkadang meningkat menjadi peperangan agama.
Semua agama ia kritik. Orang tunduk agama, menurut pendapatnya, karena tradisi, kekeuasaan yang ada pada pemuka-pemuka agama, dan karena tertarik pada upacara-upacara yang mempengaruhi jiwa rakyat yang sederhana dalam pemikiran. Al-Quran baik dalam bahasa dan gaya manapun dalam isi tidak merupakan mukjizat. Al- Razi lebih mementingkan buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan daripada buku-buku Agama. Teteapi sungguhpun ia menentang agama pada umumnya, ia bukan seorang ateis, malahan seorang monoteis yang percaya pada adanya satu Tuhan, sebagai penyusun dan pengatur alam ini.
Dalam falsafatnya mengenai hubungan manusia dengan Tuhan, ia memandang kesenangan manusia sebenarnya ialah kembali pada Tuhan dengan meninggalkan alam materi. Untuk kembali ke Tuhan roh harus terlebih dahulu di sucikan dan yang dapat menyucikan roh ialah ilmu pengetahuan dan pantang mengerjakan beberapa hal. Pemahaman al-Razi dekat menyerupai zahid (زَاهِدْ) dalam hidup kebendaan. Tetapi ia menganjurkan moderasi, jangan terlalu mencari kesenangan. Manusia harus menjauhi kesenangannya yang dapat diperoleh hanya dengan menyakiti orang lain atau bertentangan dengan rasio. Tetapi sebaliknya manusia jangan pula sampai tidak makan atau berpakaian, tetapi makan dan berpakaian sekedar untuk memelihara diri.

F.      Ulasan terhadap ar-Razi

Ar-Razi sebenarnya filosuf yang hidup pada masa pendewaan akal secara berlebihan. Hal ini sebagaimana Mu’tazillah yang merupakan aliran teologi dalam Islam. Apabila ia seorang muslim, maka ia seorang muslim yang tidak sempurna (tidak kaffah), karena tidak mempercayai adanya wahyu dan kenabian. Pemikiran filsafatnya tidak sistematis dan tidak teratur. Namun pada masanya ia dipandang sebagai pemikir ulung yang tegar dan liberal di dalam Islam. Bahkan dalam sejarah dialah satu-satunya pemikir rasional murni sangat mempercayai kekuatan akal, bebas dari prasangka, dan terlalu berani dalam mengemukakan gagasan-gagasan filosufinya.



Ia seorang yang bertuhan, dan mengaku Tuhan Maha Bijak, tetapi ia tidak mengakui wahyu-Nya. Sebaliknya mempercayai kemajuan dan pemikiran manusia. Diakui tentang keberaniannya dalam penngunaan akal sebagai ukuran untuk menilai baik dan buruk, benar atau jahat atau berguna dan tidak berguna.

Sehubungan dengan penolakan terhadap wahyu dan kenabian serta tidak mengakui adanya semua agama, maka dipandang dari segi teologi Islam adalah belum muslim kaarena keimanan yang dipeluknya tidak konsekuen dalam pengertian tidak utuh. Selebihnya. Wallahu ‘alam bis shawab.

















DAFTAR PUSTAKA

Mustofa H.A, Drs. Filsafat Islam, bandung 1999


 

Hadits-hadits Tentang Dosa BESAR



Created By : Alimuddin al-Hakim
  
 




A.    Informasi Mu’jam Hadits Terdapat Pada :
        Mu’jam jilid Tiga ( 3 ) halaman 115
خ : أ دب ٦, أيمان ٦, وصايا ٣ ٢, طبّ ٤۸, حدور ٤٤.
م : امان ١٤٣٤٤
د : وصايا ١
ت : بيوع ٣, دعوات ٦٢
                                                                                                            ن : تحريم ٣, فسامة ٤۹, وصايا ١٢

B.     Kitab Standar Hadits atau Kitab Kutubu Al-Tis’ah :
1.      Imam Bukhari

﴿فى كتاب الآدب : باب عُقُوقُ الوَالدَ ينِ من الكبر
حدثنى مُحمّدُ بْنُِِ الْْوَ لِيدِ, حدّ ثنا مُحمد بنُ جَعْفَرٍ, حدّ ثنا شُعْبَةُ. حدثنى عبد لله بن أ بي
بَكْرِ. قال: سمعت أ نَسْ بن مَلِكٍ رضي ا لله عنه قال: ذ كَرَ رسول ا لله صل لله عله
وشلم: اَ لْكَبَا ئِرَ أ وْ سُئِلُ عَنِ اْلكَبَا ئِرَ فَقَالَ: اَشِرْكُ بِا للهِ , وَقَتْلُ النَّفْسِ, وعُقُوْ قُ الوا
لِدَينِ , فقال: أَلا أُ نَبِئُكُمْ بِأَ كْبَرِ؟ قال: قَوْ لُ الزُّوْ رِ أوْ قال شهادةُ الزُّوْرِ ,, قال شُعْبَةُ
:فَأكثَرُ ظنِّي أ نَّهُ قال: شهادة الزُّورِ
( Terdapat di dalam Kitab Al-Bukhari Jilid 12 Hal : 9 )

2.      Imam Muslim

﴿ فى الا يمان : باب الكبائرو أكبرها
, حدّ ثنا مُحمد بنُ الوليد بن عبد الحميد. حدثنا محمّدُ بنُ جعفرٍ. . حدثنا شُعْبَةُ.
قال:  حدثنى عُبَيدُ لله بن أبي بكرٍ قال : سمعتُ أنَسَ بن مالكِ قال: ذ كر رسول ا لله
صل لله عله  وسلم: الكبَائِرَ ( أوْسئِلَ عن الكبئر) فقال : اَشِرْكُ بِا للهِ , وَقَتْلُ النَّفْسِ ,
وعُقُوْ قُ الوا لِدَينِ , وقال: أَلا أُ نَبِئُكُمْ بِأَ كْبَرِ؟ قال: قَوْ لُ الزُّوْ رِ (أوْ قال شهادةُ الزُّوْرِ)
شعبةُ: وأكبر ظني أنه شهادة ازّور.
( Terdapat di dalam Kitab Muslim Jilid 1 Hal : 7 )

3.      Imam An-nasa’i

﴿ فى كتاب وصايا : باب اِ جتباب اكل مال اليتيم
أَخْبَرَناَالزَّبيعُ بن سُليمان قال حدّثنا اُبن وَهْبِ عن سُليمان بن بِلاَ لٍ عن تَوْرِ بن
يَزِ يدَ عن أبي الغيث عن أبي هريرة أنّ رسول ا لله صل لله عله  وسلم قال
 اَجْتَنِبُوا الشبعَ المو بقات قيل يار سول الله ما هي قال الشّر كُ با للهِ وَ الشحّ
وقتل النّفس الّتي حرّم الله ا لا باالحقِّ و اكلُ الرّ باو أكلُ مال اليتيم والتّولي يوم
الزحف وقذ فُ المحصنانِ الغا فلاتِ المؤ مناتِ
( Terdapat di dalam Kitab An-nasa'i Jilid 6 Hal : 257 )

4.      Imam At-Tirmidzi

﴿ فى كتاب البيوع : باب ۳ ﴾
حدّثنا محمّد بن عبدِ الا علي الصّنعا نيِّ . حدّ ثنا خالدُ ا بنُ الحارثِ . عن سعبَةُ .
حدّثنا عبيد الله بنّ أ بي بكّر بن أنس , عن أنسٍ , عنِ النّبِيِّ صل لله عله  وسلم
( في الكبا ئر ) قال ,, اَشِرْكُ بِا للهِ , وعُقُوْ قُ الوا لِدَينِ , وقتل النّفس , وقولُ الزُّور,,
قال : وفي الباب عن أ بي بكرة أ يمن بنِ خُرَيمٍ وابن عمر. قال أ بو عيس :
حد يثُ أنسٍ , حد يث حسن صحيح غر يب.
( Terdapat di dalam Kitab At-Tirmidzi Jilid 3 Hal : 512 )


5.      Imam Abu Daud

﴿ فى كتاب وصايا : باب ماجاء في التشد يد في ا كل مال اليتيمِ
(حدّثنا أ حمد بن سعيد الهمد ا ني قال : ناابن وهب , عن سليمن بن بلا لٍ , عن توربن يز يد)
هكزا في جميع نسح أ بن داود المو جورة عند نابن يزيد بز يادة الياء التحتانية ثوربن يزيد,
وفي بعضها ثوربن زيد, وهوالذى فى الا طرا ف, وهوالمعروف بالرواية عن أبى الغيث,
والمأ ثورابن يز يدانتهى , يارسو ل لله وما هن, قال اَشِرْكُ بِا للهِ , والسحر , وقتل النفس
التى حرم الله إ لا بالحق, وأكل الربا, وأكل مال اليتيم
( Terdapat di dalam Kitab Abu Daud Jilid 13 Hal: 131 )

C.    Terjemahan Hadits

Terjemahan hadits Bukhari di bawah ini mewakili terjemahan hadits-hadits dari Imam Muslim, Imam An-nasa'I, Imam At-Tirmidzi, dan Imam Abu Daud.

" Telah diberitakan kepada saya oleh Mihammad bin Waliid, telah diberitakan kepada kami oleh Muhammad Bin Ja'far, telah diberitakan kepada kami oleh syu'bah, telah diberitakan kepada saya oleh 'Ubaidullah Bin Abi Bakri, Berkata : Saya mendengar Anas Bin Malik r.a Berkata : Rasulullah SAW. Membicarakan dosa-dosa besar ( atau ditanya tentang dosa-dosa besar), Beliau Bersabda : " Menyekutukan Allah, membunuh jiwa dan mendurhakai kedua orang tua." Dan Beliau Bersabda " tidaklah kalian ingin kuberitahu tentang dosa-dosa besar yang paling besar? Yaitu perkataan palsu ( atau beliau bersabda persaksian palsu ). Kata Syu'bah : " Aku menduga keras, yang beliau sabdakan adalah persaksian palsu".


D.    Syarah atau Penjelasan Hadits

1.      Penjelasan Hadits

Mendurhakai kedua orangtua termasuk dosa besar, dikatakan oleh Ibnu Umar dari Nabi Saw. Sebagaimana  dalam riwayatnya Abu Dzar yaitu ( Umar ) , dan begitulah hadits dalam sebagian naskah dari Abu Dzar secara mahfud dan akan datang juga dalam bab Iman dan Nazar secara mausul. Dari riwayat Sya’bi dari Abdullah bin Amar bin Al-ash dari Nabi Saw berkata: “ dosa;dosa besar yaitu menyekutukan Allah, mendurhakai kedua orangtua, dan membunuh jiwa serta sumpah palsu”. Dan dari ibnu umar ada sebuah hadits tentang durhaka kepada kedua orang yang dikeluarkan oleh An-nasa’i, dan Bazzar disahihkn oleh Ibnu Hibban dan Hakim dengan lafadz : “ tiga orang yang tidak dipandang Allah pada hari kiamat yaitu : orang yang mendurkakai kedua orangtua, peminum arak dan orang yang menyebut-nyebut kebaikannya. Dan Imam Ahmad dan An-nasa’i mengeluarkan hadits dan disahihkan oleh Hakim dari hadits Abdullah bin Amar bin Al-ash juga semisal hadits hadits Ibnu Umar akan tetapi dalam haditsnya ia berkata : “ Duyus (orang yang cemburu kepada istrinya) sebagai ganti orang yang menyebut-nyebut kebaikannya, dan kata Duyus satu wazan dengan (furuuj) hampir sama pengertiannya dengan khamar karna dia memberikan sesuatu yang buruk kepada keluarganya dan kata (uquf) dengan ‘ain yang didhomahkan diambil dari kata (al-‘aqu) yang berarti ( al-qatt’u ) yang artinya memotong sedangkan (al-‘aqu) itu berarti perbuatan anak yang bisa melukai orang tua baik perbuatan dan perkataan kecuali syirik atau maksiat karna tidak termasuk menyusahkan orangtua, danIbnu Ati’ah mendobitkannya dengan mewajibkan untuk mentaati kedua orangtua dalam hal-hal yang mubah, berupa pekerjaan atau meninggalkan pekerjaan dan haltersebut sangat dianjurkan dalam agama sebab hal tersebut termasuk sunat muakadah, dalam hal-hak yang sunah dan begitu juga fardu kifayah dalam hal ini harus mendahulukan keduanya, ketika ada dua pekerjaan yang saling bertentangan hal itu seperti anak yang dipanggil oleh ibunya atau karna ibunya sedang sakit sehingga ia meninggalkan hal yang wajib apabila ia terus bersama ibunya. Dan begitu pula hal-hal yang memungkinkan untuk dilakukan bersamaan seperti perintah orang tua atau pekerjaan yang lain, hanya saja tertingal fadilahnya seperti sholat diawal waktu atau sholat berjamaah.

2.      Kosa Kata
الكبائر =  Dosa-dosa Besar
الشرك بالله = Menyekutukan Allah
قتل النفس = Membunuh Jiwa
عوقوق الوالد ين = Mendurhakai kedua Orang Tua
قول الزّور=  Perkataan Palsu


E.     Fiqul Hadits ( materi inti hadits )

Didalam beberapa hadits yang tertera diatas dapat disimpulkan bahwa Ada beberapa Macam perkara yang menyebabkan timbulnya dosa-dosa besar diantaranya ialah :
1.      Menyekutukan Allah
2.      Membunuh jiwa
3.      Mendurhakai kedua orangtua
4.      Persaksian palsu
5.      Memakan uang riba
6.      Memakan uang anak yatim
7.      Sihir