A.
Riwayat
Hidup ar-Razi
Nama
lain dari ar-Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Ibn Yahya al-Razi. Ia
lahir di Rayy pada tangal 1 Sya’ban 251H/865 M. pada masa musanya, ia menjadi
tukang intan suka pada music (kecapi). Ia cukup respek terhadap ilmu Kimia,
sehinnga tidak mengherankan kalau kedua matanya buta akibat dari experimen yang
dilakukannya. Ia juga belajar Ilmu Kedokteran (obat-obatan) dengan sangat tekun
pada seorang dokter dan filosof yang lahir di Merv pada tahun 192 H/808 M yang
bernama Ali Ibn Robban al-Thabari. Kemungkinan guru ini pula yang menumbuhkan
minat al-Razi untuk bergelut dengan filsafat agama, karena ayah guru tersebut
adalah orang pendeta Yahudi yang ahli dalam kitab-kitab suci.
Dengan
latar belakang itulah al-Razi di kota kelahirannya dikenal sebagai dokter,
sehingga ia dipercayakan untuk memimpin rumah sakit di Rayy oleh Mansur bin
Ishaq Ibn Ahmad Ibn Asad, ketika beliau menjadi gubernur. ar-Razi menulis suatu
buku yang berjudul Al-Tibb Al-Mansur. Buku ini dipersembahkan kepada
gubernur tersebut . pada waktu pergi ke Bagdad, dimasa khalifah Muftafi
tahun289 H, ia juga diserahi untuk memimpin sebuah rumah sakit. Ia memimpin
Rumah sakit itu selama enam tahun, sebab setelah al-Muktafi meninggal pada tahun
295 H, Ia kembali ke Rayy.
Sebagai
seorang yang terkenal pada dasarnya , ia mempunyai banyak murid yang belajar
kepadanya. Metoda penyampaian pemikirannya adalah bersistem pengembangan daya
intelektual. Diantara muridnya yang cerdas
adalah Abu Bakar Ibn Qarin al-Razi, yang kemudian menjadi seorang
dokter. Al-Razi jika tidak bersama muridnya atau pasiennya ia selalu mengunakan
waktunya untuk menulis dan belajar. Kemungkinan hal itu sebagai indikasi dari
kebutaan matanya.
Sebagai
ilmuan dan dokter ia seorang yang bermurah hati, sayang kepada
pasien-pasiennya, dermawan, karena itu ia memberikan pengobatan secara geratis
kepada mereka yang tidak mampu dari segi materi. al-Razi meninggal dunia pada
tanggal 5 Sya’ban 313 H, atau bertepatan dengan 07 Oktober 925 M. Sampai
meninggalnya ia belum dapat disembuhkan kebutaan matanya.
B.
Karya
–karya ar-Razi
Ar-Razi
termasuk orang yang aktif berkarya, buku-bukunya sangat banyak, bahkan ia
sendiri mempersiapkan sebuah catalog yang kemudian diproduksi oleh Ibn
al-Nadim. Adapun buku-buku yang ditulisnya, mencakup ilmu kedokteran, ilmu
fisika, logika, matematika dan astronomi, komentar-komentar, ringkasan dan
ikhtisar, filsafat dan ilmu pengetahuan hipotesis, atheism, dan campuran.
Menurut Abu Abi Usibah, buku al-Razy berjumlah 36 karya,
tetapi ada beberapa yang tidak jelas pengarangnya. Dan beberapa tokoh berbeda
pendapat mengenai berapa banyak jumlah buku yang telah di karang oleh ar-Razy.
Tetapi buku-buku yang paling populer diantaranya adalah :
* al-Tibb al-Ruhani
* al-Shirath al-Falsafiah
*Amarat Iqbal al-Daulah
*Kitab al-ibn al-Ilahi
*Kitabal-Ladzdzah
*Makalah fi mabadad al-Tabih
*al-Syukur ‘ala Proclas
* Kitab Al-Hawi: yaitu buku
ensiklopedia kedokteran yang meliputi semua ilmu pengetahuan kedokteran Arab,
Yunani, India yang dikumpulkan oleh Ar-Razi pada zamannya.
* Kitab Ath-Thib Al-Manshuri: Dalam
bukunya ini Ar-Razi menjelaskan tentang anatomi tubuh manusia, termasuk anatomi
kerangka manusia dan susunan urat saraf serta anatomi pembuluh darah di
tenggorokan.
* Kitab Al-Asrar: Buku ini berisi
tentang obat-obatan secara medis dan cara pencampurannya.
* Kitab Al-Jadari wa Al-Hishbah: Buku
ini terdiri dari penjelasan yang paling dalam tentang penyakit cacar dan cara
mendiagnosanya sejak dini serta membedakannya dengan penyakit cacar air.
Demikiaan
di anatara karya-karyanya yang dapat dijumpai, sampai sekarang meski di antara
buku-buku tersebut hanya terhimpun dalam suatu kitab yang dikarang oleh orang
lain. Yang banyak berperan dalam masalah ini adalah :
1. Lima keabadian yaitu Tuhan, ruh semesta, materi pertama, ruang mutlak, dan
waktu mutlak,
2. Materi
3. Waktu dan ruang
4. Ruh dan Dunia
C.
Filsafat ar-Razi tentang Lima yang kekal
Al-Razi
adalah seorang rasionalis murni. Ia mempercayai hanya akal, di bidang
kedokteran, studi klinis yang dilakukannya telah menghasilkan metode yang kuat
tentang penemuan yang berpijak pada observasi dan eksperimen. Hal ini juga
terbukti dari karangannya yang di terjemahkan oleh E.G. Browne dalam Arabian
Medicine, ia menerjemahkan satu halaman yang mungkin di ambil dari hawi.
Bunyi terjemahan tersebut ialah:
“Tuhan, segala puji bagi-Nya,
yang telah memberi kita akal agar dengannya kita dapat memperoleh
sebanyak-banyak manfaat; inilah karunia terbaik Tuhan kepada kita. Dengan akal
kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh,dan yang tersembunyi dari
kita…..dengan akal pula, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, suatu
pengetahguan tertinggi yang dapat kita peroleh…..Jika akal sedemikian mulia dan
penting, maka kita tidak boleh melecehkannya; kita tidak boleh menentukannya,
sebab Ia adalah penentu, atau mengendalikannya, sebab Ia adalah Pengendali,
atau memerintahnya, sebab Ia adalah pemerintah; tapi kita harus merujuk
kepadanya dalam segala hal dan menentukan segala masalah dengannya; kita harus
sesuai dengan perintahnya”
Yang dimaksud Filsafat Lima
Kekekalan ar-Razi yakni :
Filsafatnya
yang terkenal dengan doktrin lima yang kekal; Tuhan, Jiwa Universal, Materi
Pertama, Ruang Absolut, dan Zaman Absolut.
Mengenai yang
terakhir ia membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas yaitu
diantaranya (al-dahr, duration) dan (al-waqt, time). Yang
pertama kekal dalam arti tidak bermula dan tak berakhir, dan yang kedua
disifati oleh angka. Dia juga mengatakan dalam kemaujudan lima hal berikut
adalah perlu: kesadaran bahwa materi terbentuk oleh susunan; ia berkaitan
dengan ruang, karena itu harus ada ruang (tempat); pergantian bentuknya
merupakan kekhasan waktu, karena ada yang dahulu dan ada yang berikut, dan
karena waktu, maka ada kekunoan dan kebaruan, adanya kelebihtuaan dan
kelebihmudaan; karenanya waktu itu perlu. Dalam kemaujudan, terdapat kehidupan,
karena itu musti ada ruh? Dan dalam hal ini; mesti ada yang dimengerti dan
hukum yang mengaturnya harus sepenuhnya sempurna; karena itu, dalam kenyataan
ini, harus ada pencipta, yang bijaksana, mahatau, melakukan segala sesuatu
sesempuna mungkin, dan memeberikan akal sebagai bekal mencari keselamatan.
Dua dari yang
lima kekal itu hidup dan aktif, Tuhan dan Roh. Satu daripadanya tidak hidup dan
pasif, yaitu materi. Dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula pasif,
ruang dan masa.
Bagi benda kelima hal ini adalah;
1. Materi;
merupakan apa yang bisa ditangkap dengan panca indra tentang benda itu.
Menurut
al-Razi kemutlakan materi pertama terdiri atas atom-atom. Setiap atom mempunyai
volume; kalu tidak, maka dengan pengumpulan atom-atom itu, tidak dapat
dibentuk. Bila dunia di hancurkan maka ia juga terpisah-pisah dalam bentuk
atom-atom. Dengan demikian, materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin
menyatakan bahwa sesuatu berasal dari ketiadaan. Apa yang lebih padat menjadi
unsur bumi (tanah), apa yang renggang dari unsur bumi menjadi unsur air, apa
yang lebih renggang lagi menjadi unsur udara, dan yang jauh lebih jarang lagi
menjadi unsur api.
Al-Razi
memberikan dua bukti untuk memperkuat pendapatnya tentang kekekalan materi.
Pertama, penciptaan adalah bukti; dengan demikian mesti ada penciptanya. Apa
yang diciptakan itu ialah materi yang terbentuk. Tetapi, mengapa kita
membuktikan bahwa Pencipta ada terlebih dahulu dari apa yang dicipta ? dan
bukannya yang diciptakan itu yang lebih dahulu ada ? bila benar bahwa wujud
tercipta (atau lebih tepat: dibuat (masnu’) ) dari sesuatu dari
kekuatan agen, maka kita dapat mengatakan, apabila agen ini kekal dan tak dapat
di ubah dengan kehendak-Nya, maka yang menerima tindak kekuatan ini tentu kekal
sebelum ia menerima tindakan tersebut.
Bukti kedua
berlandaskan ketidakmungkinan penciptaan dari ketiadaan. Penciptaan,
katakanlah, yang membuat sesuatu dari ketiadaan, lebih mudah daripada
menyusunnya. Diciptakannya manusia oleh Tuhan dalam sekejap lebih mudah
daripada menyusun mereka dalam empat puluh tahun. Ini adalah premis pertama.
Pencipta yang bijak tidak lebih menghendaki melaksanakan apa yang lebih jauh
dari tujuan-Nya daripada yang lebih dekat, kecuali apabila Dia tidak mampu
melakukan apa yang lebih mudah dan lebih dekat. Ini adalah premis kedua.
Kesimpulan dari premis-premis ini adalah bahwa keberadaan segala sesuatu pati
disebabkan oleh pencipta dunia lewat penciptaan dan bukan lewat penyusunan.
Tetapi apa yang kita lihat terbukti sebaliknya. Segala sesuatu di dunia ini
dihasilakan oleh susunan dan bukan oleh penciptaan. Bila demikian maka,
Ia tidak mampu menciptakan dari ketiadaan, dan dunia ini wujud melalui susunan
sesuatu yang asalnya adalah materi.
2.
Ruang; kerena materi menagambil tempat.
Sebagaimana
telah dibuktikan bahwa materi itu kekal, dan karena materi menempati ruang,
maka ada ruang yang kekal. Alasan ini hampir serupa dengan alasan
al-Iransyahri. Tetepi al-Iransyahri mengatakan bahwa ruang merupakan kekuasaan
nyata tuhan. Al- Razi tak mengikuti definisi kabur gurunya. Bagi dia, ruang
adalah tempat keberadaan materi.
Menurt
al-Razi ruang ada dua macam: ruang universal atau mutlak, dan ruang tertentu
atau relatif. Yang pertama tak terbatas, dan tidak bergantung kepada dunia dan
segala yang ada di dalamnya.
Kehampaan ada
di dalam ruang, dan karenanya, ia berada di dalam materi. Sebagai bukti dari
ketidakterbatasan ruang, al-Iransyahri dan al-Razi mengatakan, bahwa wujud yang
memerlukan ruang tidak dapat maujud tanpa adanya ruang, meski ruang bisa maujud
tanpa adanya wujud tersebut. Ruang tak lain adalah tempat bagi wujud-wujud yang
membutuhkan ruang. Yang berisi keduanya, yaitu wujud, atau bukan wujud. Bila
wujud, maka ia harus berada di dalam ruang, dan di luar wujud ini adalah ruang
atau tiada-ruang; bila tiada-ruang, maka ia adalah wujud dan terbatas. Bila
bukan wujud, ia berarti ruang. Karenanya, ruang itu tak terbatas, bila orang
berkata bahwa ruang mutlak ini tak terbatas, maka ini berarti bahwa batasannya
adalah wujud. Karena setiap wujud itu berbatas, sedang setiap wujud berada di
dalam ruang, maka ruang bagaimanapun tak terbatas. Yang tak terbaatas itu
adalah kekal, karenanya ruang itu kekal.
3.
Zaman; karena meteri berubah-ubah keadaannya, dan perubahan menandakan zaman,
maka zaman itu mesti kekal pula kalau materi kekal.
Zaman (waktu)
merupakan substansi yang mengalir (jauhar yajri). Al-Razi menentang
merka (Aristoteles dan para pengikutnya) yang berpendapat bahwa waktu adalah
jumlah gerak benda, karena jika demikian, maka tidak mungkin bagi dua benda
yang bergerak untuk bergerak dalam waktu yang sama dengan dua jumlah yang
berbeda.
Al-Razi
membagi waktu menjadi dua macam, yaitu: waktu mutlak dan waktu terbatas (mahsyur).
Waktu mutlak adalah keberlangsungan (al-dahr). Ia kekal dan bergerak.
Sedang waktu terbatas adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan
bintang-gemintang. Bila anda berfikir tentang gerak keberlangsungan, maka anda
dapat membayangkan waktu mutlak, dan ia itu kekal. Jika anda membayangkan gerak
bola bumi, berarti anda membayangkan waktu terbatas.
4.
Diantara benda-benda yang ada hidup dan oleh karena itu perlu ada Roh.
Diantara yang hidup ada pula yang berakal yang dapat mewujudkan
ciptaan-ciptaan yang teratur.
Keabadian lain adalah ruh yang hidup, tetapi ia bodoh. Materi juga kekal.
Karena kebodohannya ruh mencintai materi dan membuat bentuk dirinya untuk
memperoleh kebahagian materi. Tetapi materi menolak, sehingga Tuhan campur
tangan membantu ruh. Dengan bantuan inilah Tuhan membuat dunia dan menciptakan
didalamnya ruh dapat memperoleh kebahagiaan jasmani. Kemudian Tuhan menciptakan
Manusia guna menyadarkan ruh dan menunjukan kepadanya bahwa dunia ini bukanlah
dunia yang sebenarnya dalam arti haqiqi.
5.
Semua ini perlu ada Pencipta Yang Mahabijaksana lagi Mahatau (Tuhan).
Kebijakan
Tuhan itu maha sempurna. Ketidaksengajaan tidak dapat di sifatkan kepadan-Nya.
Kehidupan berasal darinya sebagaimana sinar datang dari matahari. Ia
mempunyai kepandaian sempurna dan murni. Tuhan menciptakan sesuatu, tiada bisa
menandingi-Nya, dan tak sesuatupun yang dapat menolak kehendaknya.
D.
Filsafat ar-Razi tentang Roh dan Materi
Sungguhpun
materi pertama kekal, alam tidak kekal. Alam diciptakan Tuhan, bukan dalam arti
creatio ex nihilio (penciptaan dari tidak ada), tetapi dalam arti di susun
dari bahan yang telah ada. Menurut al-Razi, Tuhan pada mulanya tidak beniat
membuat alam ini. Tetapi pada suatu ketika, keabadian yang lain yaitu roh
tertarik dan mencintai materi pertama, bermain dengan materi pertama itu,
tetapi materi pertama berontak. Tuhan menolong roh dengan membentuk alam ini
dalam susunan yang kuat sehingga roh dapat mencari kesenangan materi
didalamnya.
Tuhan tahu
bahwa pengikatan ini merupakan sebab kejahatan, tetapi setelah hal itu terjadi,
Tuhan mengarahkan ke jalan yang yang sebaik mungkin. Akan tetapi beberapa
kejahatan tetap ada; sumber seluruh kejahatan, susunan roh dan materi ini
sepenuhnya tak dapat di murnikan.
Tuhan
mewujudakan manusia dan di dalamnya mengambil tempat. Terikat pada materi, roh
lupa pada asalnya dan lupa bahwa kesenangannya yang sebenarnya bukan terletak dalam
persatuan dengan materi tetapi dalam melepaskan diri dari materi. Oleh karena
itu mewujudkan akal, yang berasal dari zat Tuhan sendiri. Tugas akal ialah
untuk menyadarkan manusia yang telah terpedaya oleh kesenangan materi, bahwa
alam materi ini bukanlah alam yang sebenarnya. Alam yang sebenarnya dan
kesenangan sebenarnya berada di luar alam materi dan alam itu dapat di capai
hanya dengan falsafat. Roh akan tetap tinggal di alam materi ini, selama ia
tidak dapat menyucikan diri dengan falsafat. Apakah dalam bentuk reingkarnasi
atau dalam bentuk pindah dari suatu planet ke planet yang lain, seperti
pendapat alkindi, tidak jelas. Tetapi kalau seluruh roh sudah bersih,
seluruhnya akan kembali ke alam asalnya. Pada ketika itu alam materi akan
hancur, dan roh dan materi kembali ke asalnya semula. Alam ini adalah terbatas
dan hanya satu, dan di luar alam terdapat tuhan.
E.
Filsafat ar-Razi Tentang Rasio dan Agama
Al-Razi
adalah seorang rasionalis murni yang hanya percaya pada kekuatan akal dan tidak
percaya pada wahyu dan perlunya nabi-nabi. Ia berkeyakinan bahwa akal manusia
kuat untuk mengetahui yang baik serta apa yang buruk, untuk tahu pada Tuhan dan
untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Manusia dalam pendapatnya, pada
dasarnya mempunyai daya beerfikir yang sama besarnya, dan perbedaan timbul
karena berlainan suasana perkembangannya.
Para nabi
menurut pendapatnya, membawa kehancuran bagi manusia, dengan ajaran-ajaran
mereka yang saling bertentangan. Bahkan ajaran-ajaran itu menimbulkan perasaan
benci-membenci diantara umat manusia yang terkadang meningkat menjadi
peperangan agama.
Semua agama
ia kritik. Orang tunduk agama, menurut pendapatnya, karena tradisi, kekeuasaan
yang ada pada pemuka-pemuka agama, dan karena tertarik pada upacara-upacara
yang mempengaruhi jiwa rakyat yang sederhana dalam pemikiran. Al-Quran baik
dalam bahasa dan gaya manapun dalam isi tidak merupakan mukjizat. Al- Razi
lebih mementingkan buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan daripada buku-buku
Agama. Teteapi sungguhpun ia menentang agama pada umumnya, ia bukan seorang
ateis, malahan seorang monoteis yang percaya pada adanya satu Tuhan, sebagai
penyusun dan pengatur alam ini.
Dalam
falsafatnya mengenai hubungan manusia dengan Tuhan, ia memandang kesenangan
manusia sebenarnya ialah kembali pada Tuhan dengan meninggalkan alam materi.
Untuk kembali ke Tuhan roh harus terlebih dahulu di sucikan dan yang dapat
menyucikan roh ialah ilmu pengetahuan dan pantang mengerjakan beberapa hal.
Pemahaman al-Razi dekat menyerupai zahid (زَاهِدْ) dalam hidup kebendaan. Tetapi ia
menganjurkan moderasi, jangan terlalu mencari kesenangan. Manusia harus
menjauhi kesenangannya yang dapat diperoleh hanya dengan menyakiti orang lain
atau bertentangan dengan rasio. Tetapi sebaliknya manusia jangan pula sampai
tidak makan atau berpakaian, tetapi makan dan berpakaian sekedar untuk
memelihara diri.
F.
Ulasan
terhadap ar-Razi
Ar-Razi sebenarnya filosuf yang hidup pada masa pendewaan
akal secara berlebihan. Hal ini sebagaimana Mu’tazillah yang merupakan aliran teologi
dalam Islam. Apabila ia seorang muslim, maka ia seorang muslim yang tidak
sempurna (tidak kaffah), karena tidak mempercayai adanya wahyu dan kenabian.
Pemikiran filsafatnya tidak sistematis dan tidak teratur. Namun pada masanya ia
dipandang sebagai pemikir ulung yang tegar dan liberal di dalam Islam. Bahkan
dalam sejarah dialah satu-satunya pemikir rasional murni sangat mempercayai
kekuatan akal, bebas dari prasangka, dan terlalu berani dalam mengemukakan
gagasan-gagasan filosufinya.
Ia seorang yang bertuhan, dan mengaku Tuhan Maha Bijak,
tetapi ia tidak mengakui wahyu-Nya. Sebaliknya mempercayai kemajuan dan
pemikiran manusia. Diakui tentang keberaniannya dalam penngunaan akal sebagai
ukuran untuk menilai baik dan buruk, benar atau jahat atau berguna dan tidak
berguna.
Sehubungan dengan penolakan terhadap wahyu dan kenabian
serta tidak mengakui adanya semua agama, maka dipandang dari segi teologi Islam
adalah belum muslim kaarena keimanan yang dipeluknya tidak konsekuen dalam
pengertian tidak utuh. Selebihnya. Wallahu ‘alam bis shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa H.A, Drs. Filsafat Islam, bandung 1999
http://syafiiakrom.wordpress.com/2009/03/25/abu-bakar-ar-razi/, diakses pada tanggal 03 November 2011