BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama islam adalah agama yang menuntun kita ( umat isalam ) menuju keselamatan dunia maupun di akherat, yang menjadi landasan hal tersebut ialah Allah telah merido’i agama islam melalui firmannya dalam surat al-Maidah : 3 yang artinya “ dan telah Aku rido’i islam sebagai agamamu”, agama yang dibawa Nabi kia Muhammad saw. Melalui wahyunya ini mempunyai kesan yang sangat luar biasa, baik dari kalangan umat muslim itu sendiri dan umat lain, penganut Agama Islam sangatlah banyak, bahkan bisa dikatakan pada zaman kepemimpinan Usman bin Affan, bumi ini dipenuhi oleh umat islam, kemudian pada saat itu Umat Islam telah menjadi kiblat dari semua kalangan, dikarnakan banyak lahirnya ilmu pengetahuan mulai dari ilmu kedokteran, astonomi, geologi dan lain-lain, namun seiring dengan berjalannya waktu Umat Islam mengalami kemunduran disebabkan kemandekan pengembangan pemngetahuan serta pengaruh dari barat, sehingga dewasa ini Umat Islam lebih berkiblat pada dunia barat.
B. Rumusan Masalah
1) Apa Penyebab Keterbelakangnya Umat Islam Dewasa ini ?
2) Bagaimana Pengaruh Budaya Barat terhadap kejahiliahan Umat Islam?
3) Bagaimana Tindakan Seorang Pemimpin dalam Menghadapi Kemelutnya Umat Islam saat Ini ?
C. Tujuan Penulisan
1) Agar setiap Muslim Mengetahui Hakikat Manusia Diciptakan di Muka Bumi ini,
2) Agar Setiap Seorang Pemimpin dapat Menghadapi Permasalahan yang ada dalam Kepemimpinannya dengan Konsep yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
3) Agar setiap Muslim menjadi orang yang berintelektual tinggi sehingga dapat bersaing dengan Intelektual barat dan menjawab permasalahan umat islam yang dikarnakan dari hegemoni Budaya Barat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Kepemimpinan Islam
Konsep kepemimpinan dalam Islam memiliki dasar-dasar yang sangat kuat dan kokoh. Ia dibangun tidak saja oleh nilai-nilai transendental, namun telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad SAW, para Shahabat dan Al-Khulafa' Al-Rosyidin. Pijakan kuat yang bersumber dari Al-qur'an dan Assunnah serta dengan bukti empiriknya telah menempatkan konsep kepemimpinan Islam sebagai salah satu model kepemimpinan yang diakui dan dikagumi oleh dunia internasional.
Namun dalam perkembangannya, aplikasi kepemimpinan Islam saat ini terlihat semakin jauh dari harapan masyarakat. Para tokohnya terlihat dengan mudah kehilangan kendali atas terjadinya siklus konflik yang terus terjadi. Harapan masyarakat akan munculnya seorang tokoh muslim yang mampu dan bisa diterima oleh semua lapisan dalam mewujudkan Negara yang terhormat, kuat dan sejahtera nampaknya masih harus melalui jalan yang panjang. [1]
1) Tinjauan umum mengenai kepemimpinan
Secara etimologi kepemimpinan berarti Khilafah, Imamah, Imaroh, yang mempunyai makna daya memimpin atau kualitas seorang pemimpin atau tindakan dalam memimpin. sedangkan secara terminologinya adalah suatu kemampuan untuk mengajak orang lain agar mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kepemimpinan adalah upaya untuk mentransformasikan semua potensi yang terpendam menjadi kenyataan. Tugas dan tanggungjawab seorang pemimpin adalah menggerakkan dan mengarahkan, menuntun, memberi mutivasi serta mendorong orang yang dipimpin untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan.
Sedangkan tugas dan tanggungjawab yang dipimpin adalah mengambil peran aktif dalam mensukseskan pekerjaan yang dibebankannya. tanpa adanya kesatuan komando yang didasarkan atas satu perencanaan dan kebijakan yang jelas, maka rasanya sulit diharapkan tujuan yang telah ditetapkan akan tercapai dengan baik. Bahkan sebaliknya, yang terjadi adalah kekacauan dalam pekerjaan. Inilah arti penting komitmen dan kesadaran bersama untuk mentaati pemimpin dan peraturan yang telah ditetapkan.
2) Hakekat Kepemimpinan
Dalam pandangan Islam, kepemimpinan merupakan amanah dan tanggungjawab yang tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada anggota-anggota yang dipimpinya, tetapi juga akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt. Jadi, pertanggungjawaban kepemimpinan dalam Islam tidak hanya bersifat horizontal-formal sesama manusia, tetapi bersifat vertical-moral, yakni tanggungjawab kepada Allah Swt di akhirat nanti. Seorang pemimpin akan dianggap lolos dari tanggungjawab formal dihadapan orang-orang yang dipimpinnya, tetapi belum tentu lolos ketika ia bertanggungjawab dihadapan Allah Swt.[2]
Kepemimpinan sebenarnya bukan sesuatu yang mesti menyenangkan, tetapi merupakan tanggungjawab sekaligus amanah yang amat berat yang harus diemban dengan sebaik-baiknya. Allah Swt berfirman: "dan orang-orang yang memelihara amanah (yang diembankannya) dan janji mereka, dan orang-orang yang memelihara sholatnya, mereka itulah yang akan mewarisi surga firdaus, mereka akan kekal didalamnya" (QS.Al Mukminun: 8-9).[3]
Seorang pemimpin harus bersifat amanah, sebab ia akan diserahi tanggungjawab. Jika pemimpin tidak mempunyai sifat amanah, tentu yang terjadi adalah penyalahgunaan jabatan dan wewenang untuk hal-hal yang tidak baik. Itulah mengapa nabi Muhammad SAW juga mengingatkan agar menjaga amanah kepemimpinan, sebab hal itu akan dipertanggungjawabkan, baik didunia maupun diakhirat. Nabi bersabda: "setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya" (HR. Bukhori),
Nabi Muhammad SAW juga bersabda: "Apabila amanah disia-siakan maka tunggulah saat kehancuran. Waktu itu ada seorang shahabat bertanya: apa indikasi menyia-nyiakan amanah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya" (HR. Bukhori)
Oleh karenanya, kepemimpinan mestinya tidak dilihat sebagai fasilitas untuk menguasai, tetapi dimaknai sebagai sebuah pengorbanan dan amanah yang harus diemban dengan sebaik-baiknya. Kepemimpinan juga bukan kesewenang-wenangan untuk bertindak, tetapi kewenangan untuk melayani dan mengayomi dan berbuat dengan seadil-adilnya. kepemimpinan adalah sebuah keteladanan dan kepeloporan dalam bertindak. Kepemimpinan semacam ini akan muncul jika dilandasi dengan semangat amanah, keikhlasan dan nilai-nilai keadilan.
B. Keterbelakangan Umat Islam
Jika kita melihat sejarah umat Islam secara keseluruhan, kita akan mendapatkan bahwa Islam dapat membentuk masyarakat yang kokoh dan maju.Pada zaman keemasannya ketika umat Islam konsekwen terhadap syariat Islam, Islam dapat meluaskan wilayahnya ke negara-negara lain, sejarah juga mencatat kegemilangan masa khulafaurrasyidin, masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, masa Harun Al-Rasyid dan zaman Shalahuddin Al Ayyubi. [4]
Namun mengapa umat Islam sekarang terbelakang, sementara umat lain maju, padahal sebenarnya kita memiliki perangkat-perangkat pendukung maju dan berkembang?
Sebenarnya rahasia keterbelakangan umat Islam jika hendak kita simpulkan terletak pada pemahaman umat yang salah terhadap konsep Islam, mereka hanya mengambil warisan-warisan yang jelek yang terdapat pada zaman–zaman kemunduran umat Islam serta mengambil apa-apa yang terjelek dari barat. Kita sadar bahwa kita memiliki warisan yang baik dan warisan yang buruk, sementara ini kita mengambil warisan yang buruk dan meninggalkan yang baik.
Kita juga mengetahui bahwa barat memiliki hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk, namun kita seringkali mengambil hal-hal yang buruk dan tidak suka mengambil hal-hal yang baik dari mereka. Mereka menguasai sains dan tekhnologi, sistem dan manajemen yang handal, akan tetapi kita tidak mengambilnya. Padahal sesungguhnya semua itu bersumber pada agama kita. Metodologi ilmiah pun mereka ambil dari kita, akan tetapi kita membiarkan hal itu berlangsung terus-menerus. Sementara itu kita mengambil kulit-kulit kebudayaan mereka seperti hal-hal yang tabu.[5]
Sungguh sangat di sayangkan umat Islam menjadi terbelakang disebabkan tidak adanya pemahaman yang tepat terhadap konsep Islam. Dan bukan sebaliknya, sebagaimana yang dituduhkan oleh orang-orang yang hendak mengkait-kaitkan keterbelakangan umat ini dengan Islam. Mereka menuduh bahwa Islam lah yang menjadi penyebab keterbelakangan umat ini.
Andai kata tuduhan mereka benar, tentu kita akan melihat dalam sejarah bahwa setiap umat yang memeluk Islam akan mengalami keterbelakangan, tetapi kenyataan sejarah umat Islam tidaklah demikian bahkan sebaliknya. Sekarang ini ketika kita menjauh dari Islam, kita segera tertimpa imperialisasi, bencana-bencana dan konflik lainnya. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa ketertinggalan umat Islam disebabkan mereka menjauh dari hakikat Islam, baik dari segi pemahaman maupun pengamalan.
.
Maka jika kita benar-benar ingin maju, hendaknya kita memahami Islam secara hakiki beriman secara benar dan beramal secara sempurna. Kita lakukan semua itu seperti orang-orang terdahulu melakukannya. Kita tegakkan kebudayaan yang tinggi yang merupakan integrasi antara ilmu dan iman, serta antara robbaniyah dan kemanusiaan. Dengan demikian, lambat laun seiring dengan berputarnya waktu umat Islam akan mendapatkan kejayaannya, namun sebalikya jika Umat Islam tetap terhiur dengan keindahan yang datang dari Barat niscaya Islam tidak akan pernah mendapatkan kejayaannya kembali seperti beberapa abad yang lalu.
Maka jika kita benar-benar ingin maju, hendaknya kita memahami Islam secara hakiki beriman secara benar dan beramal secara sempurna. Kita lakukan semua itu seperti orang-orang terdahulu melakukannya. Kita tegakkan kebudayaan yang tinggi yang merupakan integrasi antara ilmu dan iman, serta antara robbaniyah dan kemanusiaan. Dengan demikian, lambat laun seiring dengan berputarnya waktu umat Islam akan mendapatkan kejayaannya, namun sebalikya jika Umat Islam tetap terhiur dengan keindahan yang datang dari Barat niscaya Islam tidak akan pernah mendapatkan kejayaannya kembali seperti beberapa abad yang lalu.
C. Pengaruh Budaya Barat terhadap kejahilihan Umat Islam
Pada saat Barat (Ingris) berhasil menguasai negeri-negeri Islam dan berada dalam kebebasan serta kemajuan ilmu dan teknologi, kaum muslimin berada pada puncak kebodahan dan kegelapan. Ketika itu, Barat menjadi mercusuar ilmiah yang dipandang oleh kaum muslimin sebagai benteng yang sangat kuat dan sulit untuk dikejar. Namun pada saat yang sama, orang-orang Barat mangatakan bahwa umat Islam terbelakang karena mereka berpegang teguh pada adat, kebiasaan, dan terikat dengan Islam. Maka, orang-orang yang terbelak dengan fenomena tersebut bergegas untuk menyerukan pentingnya mengikuti sikap dan prilaku orang-orang Barat untuk meraih kemajuan seperti kemajuan yang telah mereka capai. [6] Namun sangat disayangkan, Umat muslim sekarang mengesampingkan ajarannya bahkan ada yang memfasikan Agama Islam untuk memperoleh kemajuan seperti yang pernah mereka peroleh pada masa keemasaan.
Dalam keadaan yang demikian itu, para penjajah dapat dengan mudah mengekspor adat dan kebiasaan mereka kenegeri Kaum Muslim dengan tujuan merusak dan menyesatkan, sehingga kaum muslim mengikutinya karana ketidaktahuannya dan ketidak pahamannya tentang hakikat ajaran isalam. Sehingga dengan mudahnya budaya-budaya asing masuk, dengan demikian dapat menghilangkan budaya orang Islam secara perlahan.
Bar-bar minuman keras, kafe-kafe malam, dan tempat-tempat diskotek menyebar dimana-mana. Konser musik rok yang menampilkan penyanyi-penyanyi dan bintang-bintang perempuan dapat ditemui dengan mudah. Bahkan seruan untuk melepas hijab bagi wanita pun kerap terdengar. Belum lagi wanita penghibur (kupu-kupu malam) mudah didapatkan, bahkan pemerintah di negara kita membiarkan hal tersebut sebab mereka beranggapan hal tersebut dapat memberikan infestasi yang sangat mengiurkan. Hal ini akan mempermudah Kaum Muslim khususnya yang Ikhwan lebih Mudah Menurunkan hawa nafsunya, apalagi didukung oleh vidio yang baru di tontonnya, vidio yang awalnya datang dari Barat yang mempermudah menjajah Islam tanpa dengan kekuatan sehingga Umat Islam malas untuk meningkatkan keintelektualnya dikarnakan tergiurnya dengan asupan-asupan Barat.
Dalam hal ini, Imam al-Banna mengatakan, “Suatu zaman telah datang kepada Islam dan kaum Muslimin, di mana bencana dan kerusakan datang silih berganti. Musuh-musuh Islam berusaha untuk memadamkan cahaya kecemerlangan Islam, menyesatkan generasinya, menghilangkan batas-batas negerinya, dan melemahkan tentaranya. Mereka juga berusaha untuk mengubah hukum dan dan ajaran Islam dengan melakukan pengurangan, penambahan, dan penafsiran yang sangat jauh dari kebenaran. Semua itu didukung dengan tidak adanya kekuatan politik kaum muslimin, runtuhnya kekuatan Islam dunia, tercerai beraikannya tentara Islam, dan Umat Islam sedang berada dalam cengkeraman penjajah serta gengaman orang-orang kafir “[7]
Pada gilirannya, umat Islam khususnya generasi mudanya terlanjur sulit melepaskan diri dari seni budaya materialistis sekuler Barat karena telah merasuk ke dalam dirinya. Tidak mengherankan lagi bila mereka tergila-gila dan menggandrungi para seniman Barat begitu ‘ngefans‘ dan mengidolakan berbagai group band dan musik serta personilnya seperti, Madonna, Mick Jagger, Jason Donovan, Bon Jovi, Rod Stewart, Michael Jackson, Tommy Page dan masih banyak idola-idola lainnya baik di bidang film, musik maupun seni lainnya. Sangat disayangkan, sementara itu pemikiran dan kehidupan mereka jauh dari nilai-nilai Islam. Idola-idola semu mereka tersebut lebih lekat di benak kawula muda Islam lengkap dengan ulah dan lika liku hidupnya. Bahkan sudah lebih lekat dari pada nama-nama para Nabi dan Rasul, para pemikir dan ulama Islam serta budayawan dan seniman muslim masa kini dan yang lampau. Mereka lebih hafal dan fasih dengan lagu-lagu dan film-film ‘asing’ yang urakan ketimbang membaca surat Al-Fatihah. Sungguh memalukan dan memprihatinkan bila kondisi generasi kita telah terjangkit kronis penyakit ‘demam asing’ asal trendi, gandrung dengan produk seni budaya yang asing dari nilai-nilai Islam dan budaya kesopanan Timur sebagai korban dari Ghazwul Fikri suatu upaya bertahap pemurtadan umat Islam dan pengasingan nilai-nilai Islami. Belum lagi kostum yang mereka pakai sudah keluar dari koridor Islam, yang Akhwat mengenagkan baju hanya membungkus aurat bukan menutup aurat, bahkan bisa dibilang paha ayam lebih mahal dari paha sang akhwat, Naudzubillah, ini dikarenakan mereka salah meng Idolakan orang, seharusnya mereka mengidolakan Rasullulah malah mengidolakan selain Rasulullah.
Sebagai akibat kejatuhan politik dan peradaban Islam pada abad 19 Masehi, pola dominasi Barat telah banyak mempengaruhi dan menguasai kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya dan berbagai aspek lainnya. Dalam mempengaruhi pola pikir dan budaya umat Islam, mereka menggunakan segala cara yaitu media cetak, elektronik, panggung, podium dan banyak media massa dan komunikasi lainnya. Selanjutnya, seni budaya Islam mengalami kristalisasi (idzabah/peleburan) dan memasuki proses akulturasi dengan kesenian dan kebudayaan Barat yang berakibat hilangnya unsur ashalah dari yang dinamakan seni dan budaya Islam.
Umat Islam semakin sulit dan hampir tidak bisa mengidentifikasi hasil seni budaya yang pantas untuk budaya kesopanan bangsa Timur apalagi yang sesuai dengan ketentuan dan ajaran Islam karena kepribadian dan pemikiran mereka sudah menjadi ‘Barat’ atau ‘Semi Barat’. Oleh karenanya, mereka m[8]encoba mereka-reka sendiri apa yang dinamakan seni budaya Islam. Klasifikasi dan identifikasinya berdasarkan asumsi kabur dan kriteria yang tidak jelas, serba samar-samar dan batasan yang transparan, sangat tipis, longgar dan lemah sebatas pengetahuan mereka yang minim/awam dan dangkal tentang disiplin keislaman. Ironis memang namun sudah jamak bila sering terjadi di masyarakat kita tradisi salah kaprah dalam menilai dan menyajikan sebuah seni Islam. Maka setiap karya budaya dan segala bentuk apresiasi seni yang asalkan sudah menyebut lafazh, istilah, idiom, gaya dan berbagai atribut keislaman lainnya dan dipoles dengan sebutan dan sentuhan warna dan nuansa keislaman, sudah dapat dikategorikan dan dinamakan “seni Islam” atau “seni budaya yang bernafaskan Islam.” Padahal, setelah dikaji lebih matang dan cermat ternyata hakikatnya baik dari faktor penunjangnya maupun unsur substansial dan essensialnya juga muatan materi dan cara penyajiannya sudah menyimpang dari ketentuan syariah Islam. Seni budaya kita telah terkontaminasi oleh seni budaya materialis, liberalis dan permissivis “Barat” atau terrembesi oleh seni budaya sinkritis plu ralis “Timur” yang masih tersisa akar-akar tradisi animisme, dinamisme, hinduisme, budhaisme, feodalisme, kebatinan, dunia dewataisme kultus figur dan penyimpangan lainnya. Jadi, sebenarnya kita lebih sering terjebak dengan tradisi dan budaya ‘polesan‘ yang mungkin karena pertimbangan komersial, faktor keawaman ataupun pemaksaan image tanpa didukung penghayatan nilai dasar keislaman.[9] Naudzubillah, sadarlah saudaraku engkau telah digerogoti secara perlahan-lahan oleh Orang Barat, apakah kamu tidak berfikir saudaraku? Padahal dalam kitab suci (al-Quran) dengan gelar Kekhalifahan yang diberikan Allah, kita dianjurkan menggunakan akal kita untuk menjaga Bumi ini dan memikirkan semua isinya.
D. Tindakan Seorang Pemimpin dalam Menghadapi Kemelutnya Umat Islam
Seorang pemimpin harus siap menghadapi segala problematika yang terjadi dalam ruang lingkup yang dipimpinnya, mereka tidak boleh diam dan menunggu atau membiarkan saja masalah yang terjadi pada masyarakatnya, oleh sebab itu seorang pemimpin harus mempersiapkan metode-metode agar masyarakatnya tidak mudah menerima asupan dari luar yang dapat mengoyahkan keimanannya, metode tersebut diantaranya ialah :
1) Mempersiapkan Ruhaniyyah kepada Kaum Muslim
Akidah merupakan fondasi kehidupan orang Mukmin. Takaran kekuatan ruhaniyah seseorang ditentukan oleh tancapan akidah yang melekat di hatinya. Oleh sebab itu seorang pemimpin harus membuatkan kelompok-kelompok tarbiah, sehingga dalam tarbiah tersebut ditanamkan sebuah akidah yang kuat yang takbisa tergoyahkan kepada generasi awal Islam.
Ini merupakan rahasia kekuatan Islam, pada saat iman mulai tumbuh dan berkembang dalam pribadi mukmin, maka detik itu pula muncul sosok jiwa yang siap mati di jalan Allah swt. Keyakinan yang kokoh akan kebenaran jalan yang telah ditempuh membuatnya rela mempertaruhkan nyawa. Demikian pula yang terjadi pada Abu Fakihah r.a., begitu Islam masuk dalam rongga dadanya, siksaan yang dilakukan Shafwan bin Umayyah hanyalah menambah iman belaka. Sebagaimana yang terjadi pada sahabat Rasulullah saw. yang lain, mereka telah merasakan kerasnya benturan di medan dakwah, namun yang terjadi justru semakin tumbuh suburnya gerak dakwah Islam[10]. Sebenarnya sikap yang seperti inilah yang harus kita miliki, sikap yang takkan pernah menggoyahkan keimanan seorang muslim meskipun ia telah dilanda berbagai probelematika yang ada pada dirinya.
Asy-Syahid Hasan al-Banna dalam risalah beliau Da’watuna fi thaur Jadid Bainal Amsi wal Yaum menjelaskan :[11]
“Ciri misi kami yang paling spesifik adalah sifat Rabbaniyyah dan syumuliyyah. Mengenai sifat Rabbaniyyah, karena asas yang yang menjadi pusat seluruh tujuan kami ialah agar umat manusia mengenal Tuhan mereka. Dari limpahan berkah hubungan ini mereka dapat memperoleh keruhanian yang mulia yang akan mengankat jiwa mereka dari kebekuan dan kekotoran materi kepada tingkat kesucian, keindahan serta kemanusiaan yang mulia. Kami berseru dengan segenab hati kami Allah tujuan kami.
2) Mempersiapkan Muwasahfat (karakter) yang kuat
Seorang muslim boleh gagal dalam sebuah problematika, namun tidak boleh gagal dalam karakter atau prinsip kita. Kalau gagal dalam karakter maka kita lebih mudah dijajah oleh budaya dan idiologi yang datang dari luar, dengan demikian dengan secara perlahan keislaman kita dengan mudahnya tergerogoti tanpa kita sadari.
Sosok Muslim harus memiliki muwashafat yang kuat dan jelas. Mereka adalah panutan semua umat. Setiap gerak langkah, tutur kata, perilaku, dan kehidupan kesehariannya senantiasa diperhatikan oleh Muslim yang lain. Sehingga, muslim yang lain bisa mencontoh muslim yang memliki karakter yang kuat.
Rasullah dan para sahabat telah memberikan keteladanan dalam penyiapan dan pemunculan karakter. Para sahabat adalah generasi pilihan yang dipersiapkan di bawah tangan kenabian, sehingga dakwah islam berkembang dari pribadi yang memancarkan keutamaan dan kemuliaan. Bukan pribadi yang kontroversial, di mana umat bingung mencari contoh figur kebaikan darinya. Karakter yang sangat kuat melekat pada generasi sahabat tidaklah muncul dengan tiba-tiba dan seketika, tetapi hasil dari proses pembinaan yang panjang dan berkesinambungan. Nabi telah mencurahkan untuk mencetak generasi terbaik, yang menemani beliau dalam perjuangan menegakkan kebenaran.[12]
3) Mempersiapkan Fikriyah (Intelektual)
Tidak cukup hanya berbekal persiapan ruhaniyah dan karakter saja, seorang muslim semestinya juga mempersiapkan diri dalam hal fikriah. Banyak hal yang harus di ketahui bagi seorang Muslim, mulai pengetahuan dasar ajaran Islam hingga pengetahuan moderen, mengingat kemajuan dibidang sians dan teknologi yang sedemikian pesatnya Seorang Muslim bukanlah orang yang hanya mengetahui ilmu syar’i namun terbelakang dalam bidang ilmu pengetahuan moderen dan teknologi serta perkembangan ilmu politik internasional. Rasulullah saw. adalah sosok manusia yang jenius. Salah satu sifat kerasulan beliau adalah fathanah (cerdas). Rasul bertugas menyampaikan risalah kepada umat manusia, sehingga jika tidak memiliki otak yang cemerlang tentu akan kesulitan dalam mengemban misi tersebut.[13] Dengan demikian, seorang Muslim tidak mudah untuk terjerumus dari lembah kesesatan dikarnakan penyelewengan pemahaman tentang sebuah Ilmu pengetahuan, mulai ilmu Agama terlebih Agama Islam, sains dan lain sebagainya sebab muslim tersebut juga menguasai ilmu-ilmu yang digeluti orang barat.
Dengan metode-metode seperti inilah, hegemoni budaya barat dapat di heandel dengan baik, sehingga budaya barat (terkhusus budaya yang buruk dalam kaca mata Islam) tidak kita serap secara mentah-mentah. Dan metode seperti inilah seorang muslim dapat melahirkan juga menerapkan budaya Islamiah serta membuang jauh-jauh budaya orang barat yang notabenenya mengerogoti keislaman seorang muslim.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah membahas dan memahami uraian di atas, dapat dibuat sebuah kesimpulan sebagai berikut :
Seiring bergantinya waktu, bumi ini semakin lama semakin maju dengan begitu pesatnya. Kemajuan yang dikmaksud disini ialah kemjuan ilmu pengetahuan yang diluar ilmu agama Islam, kemajuan tersebut sangat mempengaruh dalam perkembangan pengetahuan di Negara Islam, karana umat Islam saat ini hanya bisa mengunakan produk dari barat tanpa sedikitpun memikirkan bagaimana cara membuatnya. Lebih parahnya lagi Negara Islam saat ini terpengaruh dengan budaya Barat yang mana budaya tersebut sangat bertentangan dengan syariat agama Islam. Nah, disinilah sangat diperlukan sebuah penanganan dari seorang yang berjiwa pemimpin, pemimpin yang peduli dengan problematika umat Islam, sehingga pemimpin ini mempunyai metode-metode untuk memerangi seranggan perlahan dari barat. Metode-metode itu diantaranya ialah :
1. Mempersiapkan Ruhaniyyah kepada Kaum Muslim
2. Mempersiapkan Muwasahfat (karakter) yang kuat
3. Mempersiapkan Fikriyah (Intelektual)
Dengan memaksimalkan metode ini, Umat islam lambatlaun meninggalkan budaya Barat dan mulai mengunakan budaya Agama Islam.
B. SARAN
Sehubungan dengan pembahasan diatas Penulis Mengajukan beberapa saran sebagai berikut :
1) Supaya Pembaca dapat Meneladani Kepemimpinan Rasulullah saw, sebab dewasa ini banyak pemimpin yang belum biasa menyelesaikan permasalahan secara detail, sehingga banyak bawahannya yang kurang puas dengan kepemimpinanya,
2) Supaya setiap Muslim dapat mengantisipasi permasalahan yang muncul dari dunia barat, sebab belakangan ini budaya barat masuk dalam kehidupan umat muslim dengan mengikuti alur ajaran agama kita sehingga secara sadar umat muslim tidak mengetahui dan terlena dibuatnya,
3) Seharusnya Umat Muslim harus bersatu tidak terceraibelai dan terpecah belah seperti sekarang ini, sehingga Umat Muslim menjadi kokoh dan kuat ukhuahnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abduh, Muhammad, 2005; Memperbarui Komitmen Dakwah, PT. Robbani Press, Jakarta,
2. Al-Jabili, Zainab al-Ghazali, 2004; Problematika Remaja dan Solusinya, Cendekia, Semarang
3. al-Quranul Karim terjemah dan tajwid disertai tafsir ringkas Ibnu Katsir, 2010 Jabal Raudhatul Jannah,
4. Luth, Thohir, 2003; Tragedi Ukhuah, Penamadani, Jakarta,
5. Nasution, Harun, 1995; Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, PT. Bulan Bintang,
6. Rahman, Afzalur, 2002; Nabi Muhammad sebagai Seorang Pemimpin Militer, PT. Amzah,
7. Takariawan, Cahyadi, 2008; Mihwar Daulah, PT. Era Adicitra Intermedia, Yogyakarta,
8. Qardhwy, Yusuf, 1991; Prioritas Gerakan Islam, Al-Shlahy Press, Yogyakarta,
9. Bukhari, 1990; Sahih Bukhari, al-Qaromah, Surabaya.
[1] .Prof.Dr.Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan PT. BULAN BINTANG; 1995, hal : 101
[2] . Afzalur Rahman, Nabi Muhammad sebagai Pemimpin Militer, PT. Amzah, Jakarta 2002, hal 31
[3] . al-Quranul Karim terjemah dan tajwid disertai tafsir ringkas Ibnu Katsir,Jabal Raudhatul Jannah,2010
[4] .Zainab al-Ghazali al-Jabili, 154 Probelematika Remaja dan Solusinya, Cendekia, Semarang, 2004, hal : 115
[5] . Dr.Thoher Luth,MH, Tragedi Ukhuah, Penamadani, Jakarta, 2003, hal: 44
[6] .Muhammad Abduh, Memperbaharui Komitmen Dakwah, Robbani Perss, Jakarta, 2005, hal :9
[7] . Hasan Al-Banna, “Risalah ila asy-Syabab”, dalam ( Muhammad Abduh, Memperbabarui Komitmen Dakwah, Robbani Perss, jakarta, hal : 10)
[8] . Dr. Yusuf Qardhawi, Prioritas Gerakan Islam, Al-Shalahy Press, Yogyakarta, 1999, hal 76.
[9].Ibid, hal : 90
[10] .Cahyadi Takariawan, Menyongsong Mihwar Daulah, Era Adicitra Intermedia, Yogyakarta, 2008, hal. 128-129
[11] .Hasan al-Banna, Da’watuna fi thaur Jadid Bainal Amsi wal Yaum. Dalam (Cahyadi Takariawan, Menyongsong Mihwar Daulah, Era Adicitra Intermedia, Yogyakarta, 2008, hal.129
[12] . Cahyadi Takariawan, Menyongsong Mihwar Daulah, Era Adicitra Intermedia, Yogyakarta, 2008, hal.134
[13] .Ibid, hal. 148
0 komentar:
Posting Komentar